GAMELAN WAYANG SASAK
INFORMASI LEBIH JLANJUT, CEK LINK DI BAWAH
Tahukah Kamu ? Wayang Sasak berkembang di Lombok seiring dengan penyebaran agama Islam di abad ke-16 yang dibawa oleh Sunan Prapen. Pewayangan sasak merupakan hasil pendekatan pendakwah dengan media yang sudah pernah ada yakni media pewayangan yang menjadi peninggalan Hindu. Dikalangan masyarakat Hindu sendiri wayang hanya dipentaskan untuk kalangan tertentu saja. Dari sisi materi dibuat “Pakem baru” dengan cerita yang bernafaskan islam atau dengan pakem lama namun diselipkan materi-materi keislaman. Cerita pewayangan di Pulau Lombok mengambil dari cerita Menak yang berasal dari cerita Amir Hamzah, yakni paman dari Rasullah Muhammad saw. Salah satu nama lain dari Amir Hamzah dalam pewayangan adalah Wong Menak (tata kehidupan yang menyenangkan). Amir Hamzah dijadikan tokoh sentral dalam pewayangan Serat Menak Sasak.
Pertunjukan wayang sebagai sarana dakwah Islam ternyata memiliki nilai filosofi yang cukup mendalam. Hal ini tercermin dari alur cerita yang ditunjukkan. Misalnya diawal pertunjukan kita akan menjumpai layar putih kosong yang dikelilingi oleh warna hitam, menujukkan bahwa pertama-tama Tuhan menciptakan alam semesta ini dalam keaadan kosong tanpa ada sesuatu apapun melainkan Sang Pencipta yang direpresentasikan oleh Dalang.
Kemudian lampu wayang atau Belencong dinyalakan, menunjukkan alam dan kehidupan didalamnya dapat hidup karena semata-mata Nur atau cahaya dari Ilahi. Wayang Gunung ditampilkan pertama kali yang menunjukkan sebelum kehidupan diciptakan, Tuhan sudah melengkapi sarana dan prasarana yang cukup untuk menunjang kehidupan yang akan hadir. Selanjutnya dimunculkan satu pasang wayang laki-laki dan perempuan sebagai simbol nenek moyang manusia. Begitulah peran Wayang Sasak dalam membangun pondasi dasar dalam keimanan yakni mempercayai dan meyakini bahwa kehidupan kita bersumber dari Tuhan pencipta alam semesta.
Namun, saat ini keberadaan Wayang Sasak mulai dilupakan karena tidak ada generasi penerus dan perlu upaya pelestarian agar tidak hilang dari budaya Lombok. Amaq Darwilis (65), seorang penatah atau pengrajin wayang kulit Sasak asal Desa Taman Ayu khawatir jika budaya pewayangan khas pulau seribu masjid tersebut akan punah.
(English Version)
Did you know? Sasak puppets developed in Lombok along with the spread of Islam in the 16th century brought by Sunan Prapen. Sasak puppet is the result of the preacher's approach with the media that already exists, the media is puppet as Hindu heritage. Among the Hindu community itself, wayang is only performed for certain circles. In terms of material, a "new pakem" is made with Islamic stories or with old pakem but Islamic material is inserted. The puppet story on Lombok Island takes from the Menak story which comes from the story of Amir Hamzah, the uncle of the Prophet Muhammad. One of the other names of Amir Hamzah in puppet show is Wong Menak (a pleasant way of life). Amir Hamzah is used as the central character in the Serat Menak Sasak Puppet Show.
Puppet shows as a means of proselytizing Islam have a deep philosophical value. This is reflected in the storyline shown. For example, at the beginning of the show we will find an empty white screen surrounded by black, indicating that first God created this universe in an empty state without anything but the Creator represented by the Puppeteer.
Then the puppet lamp or Belencong is lit, showing that nature and life in it can live because of the Nur or light from the Divine. The Mountain Puppet is shown first, indicating that before life is created, God has equipped sufficient facilities and infrastructure to support the life that will be present. Furthermore, a pair of male and female puppets is shown as a symbol of human ancestors. This is the role of Wayang Sasak in building a basic foundation in faith, it is believing that our life comes from God, the creator of the universe.
However, currently the existence of Wayang Sasak is starting to be forgotten because there is no next generation and preservation efforts are needed so that it does not disappear from Lombok culture. Amaq Darwilis (65), a Sasak leather puppet maker from Taman Ayu Village, is worried that the typical puppetry culture of the island of a thousand mosques will become extinct.
Sumber :
https://timesindonesia.co.id/peristiwa-daerah/346522/wayang-kulit-sasak-mulai-dilupakan
https://mobillombok.com/info-lombok/mengenal-wayang-sasak.html
Komentar
Posting Komentar